Sumatera dalam Bahaya: Bagaimana Perusakan Hutan dan Perubahan Iklim Meningkatkan Risiko Bencana
Iustrasi ekosistem yang hancur membuat wilayah pesisir dan daratan Sumatera semakin rentan terhadap siklon dan banjir ekstrem-ISTIMEWA-AI
TRENDINGNEWS.ID --- Bencana alam hebat yang melanda Pulau Sumatera, termasuk siklon dahsyat dan banjir monsun, telah menimbulkan kerusakan besar.
Peristiwa ini menyebabkan lebih dari 1.300 kematian di Indonesia, Sri Lanka, dan Thailand.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan korban terbanyak, dengan lebih dari 800 orang tewas dan sekitar 500 orang lainnya hilang.
Lebih dari 1,2 juta orang terpaksa mengungsi akibat bencana yang semakin parah ini.
BACA JUGA:Heboh! Kereta Wisata Jaka Lalana Resmi Meluncur, Rute dan Harga Tiketnya Bikin Warga Berebut Kursi!
Menurut para ahli meteorologi, cuaca ekstrem seperti ini semakin sering terjadi akibat pemanasan suhu laut dan perubahan iklim global.
Meskipun faktor iklim memainkan peran besar, data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menunjukkan bahwa deforestasi yang meluas di Sumatera turut memperburuk dampak bencana tersebut.
Wilayah yang sebelumnya dilindungi oleh hutan dan ekosistem alami kini terancam akibat penebangan pohon untuk perkebunan kelapa sawit, pulp, dan kertas.
Deforestasi ini menghilangkan buffer zone atau "green zone" di pesisir dan merusak infrastruktur ekologis sehingga wilayah daratan menjadi jauh lebih rentan terhadap bencana alam seperti siklon dan banjir yang menghancurkan permukiman warga.
BACA JUGA:Gibran Turun Tangan! Pemerintah Janjikan Bantuan Cepat Setelah Dengar Langsung Jeritan Warga Agam!
Faktor Pemicu: Kerusakan Hutan dan Operasi Perusahaan
Kerusakan hutan di Sumatera telah terjadi selama bertahun-tahun, didorong oleh izin ekstraktif yang diberikan kepada ratusan perusahaan dalam dua dekade terakhir.
Sebanyak 631 perusahaan yang beroperasi di sektor kelapa sawit, pulp, dan kertas telah merambah hutan-hutan yang sebelumnya memiliki peran penting dalam menstabilkan ekosistem dan melindungi daratan dari bencana alam.
Kayu yang ditebang sebagian besar digunakan untuk ekspor, sementara lahan yang dibuka digunakan untuk perkebunan sawit yang menghasilkan minyak sawit untuk pasar global.
BACA JUGA:Cuma Baca Berita Bisa Dapat Rp200 Ribu Saldo DANA, Begini Cara Cepat Panen Cuan di BuzzBreak!
Menurut Uli Arta Siagian, "Buffer zone atau green zone yang ada di wilayah pesisir itu sudah hilang. Infrastruktur ekologis di wilayah pesisir kita itu sudah hancur."
Kehilangan buffer zone ini membuat dampak bencana alam menjadi semakin parah.
Kondisi tersebut terutama terlihat ketika siklon besar bergerak masuk ke daratan.
Selain itu, emisi gas rumah kaca yang dilepaskan dalam skala besar tidak hanya memengaruhi Indonesia, tetapi juga ikut memicu perubahan iklim global.
BACA JUGA:5 Aplikasi Penghasil Uang Tercepat Akhir Tahun 2025 : Saldo Langsung Masuk E-wallet DANA
Pemerintah Indonesia telah mengakui bahwa pembukaan lahan dan deforestasi berkontribusi besar terhadap bencana alam di Sumatera.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya menjaga hutan dengan mencegah pembabatan pohon secara masif.
Ia menyoroti bahwa perlindungan hutan merupakan langkah krusial untuk mencegah bencana serupa di masa depan.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia tengah menyelidiki asal-usul kayu gelondongan yang terseret banjir bandang dan tanah longsor, yang diduga kuat terkait penebangan ilegal dan penyalahgunaan izin.
BACA JUGA:Cara Mudah Daftar Kuliah Gratis Menjelang Tahun Baru 2026
Langkah Pemerintah dan Peran Pendidikan Lingkungan dalam Mitigasi Bencana
Meskipun pemerintah telah mengakui dampak besar dari kerusakan hutan terhadap terjadinya bencana alam, langkah konkret untuk mengatasi masalah ini tetap menjadi tantangan.
Presiden Prabowo Subianto juga menyarankan agar pendidikan tentang pelestarian lingkungan dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
"Benar-benar mencegah pembabatan pohon-pohon, perusakan hutan-hutan," ujarnya, seraya menambahkan pentingnya menjaga sungai-sungai dan ekosistem untuk mengurangi dampak bencana alam di masa depan.
BACA JUGA:3 iPhone Terbaik Akhir 2025: Nomor 2 Banyak yang Menyesal Nggak Beli Dari Dulu
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyoroti adanya delapan perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap perburukan bencana alam, terutama yang beroperasi di daerah aliran sungai Batang Toru di Sumatera Utara.
Ia menegaskan bahwa izin beroperasi perusahaan-perusahaan tersebut akan dikaji ulang jika terbukti melakukan pelanggaran.
Di sisi lain, Taman Nasional Leuser, yang merupakan rumah bagi berbagai spesies langka seperti orangutan Sumatera, juga terancam akibat ekspansi perkebunan sawit.
Warga setempat, seperti Ramlan dari Langkat, menyalahkan pengambilalihan hutan untuk perkebunan sawit sebagai penyebab utama banjir bandang yang terjadi, karena hutan yang seharusnya menampung air hujan kini telah hilang.
BACA JUGA:5 Rekomendasi TV LED 32 Inch Harga Mulai 1 Jutaan: Fitur Canggih, Murah & Cocok untuk Semua Ruangan!
Ekosistem Batang Toru yang terancam oleh kegiatan industri menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Rianda Purba, Direktur WALHI Sumatera Utara, menegaskan pentingnya mempertahankan kawasan ini untuk menjaga keseimbangan ekologi yang dapat menopang kehidupan generasi mendatang.